Kesetiaan yang Tak Lekang: Meneladani Bunda Maria dalam Perjalanan Hidup

Gambar-Bunda Maria, Bunda Segala Bangsa

Bulan Mei, bulan Maria, mengingatkan kita pada sosok seorang perempuan luar biasa: Bunda Maria.  Lebih dari sekadar seorang ibu, ia adalah teladan kesetiaan dan ketaatan yang tak tergoyahkan, sebuah model hidup yang patut direnungkan oleh setiap umat beriman, terutama generasi muda seperti kita.  Kesetiaan Maria bukan sekadar kata-kata, melainkan tindakan nyata yang terukir dalam setiap babak perjalanan hidupnya yang penuh duri.

Keteguhan hati Maria terpancar sejak saat ia menerima kabar gembira sekaligus berat dari Malaikat Gabriel.  "Fiat Voluntas Tua," jawabnya, (Lukas 1:38), sebuah jawaban yang sederhana namun sarat makna.  Ia tak ragu-ragu, tak menawar, tak berdebat. Jawaban "Ya" itu menjadi komitmen seumur hidup, sebuah janji yang dihayatinya di tengah cibiran, ketidakpahaman, dan tantangan yang tak terhitung jumlahnya.  Kehamilannya yang ajaib (Lukas 1:26-38), kehidupan di Nazareth yang sederhana,  perjalanan ke Betlehem, pelarian ke Mesir semua itu menjadi bukti nyata kesetiaannya pada rencana Allah yang telah ia terima.

Namun, ujian sesungguhnya datang saat ia menyaksikan penderitaan dan kematian Putra terkasihnya, Yesus.  Bayangkanlah kepedihan yang tak terperi di hati seorang ibu saat memangku tubuh Putra yang tak bernyawa, yang baru saja diturunkan dari kayu salib.  Betapa pedihnya luka yang harus ia tanggung,  kepahitan yang menembus kalbu.  Namun, di tengah kesedihan yang amat sangat itu,  kekuatan dan keteguhan hati Maria tetap tegak.  Ia tak patah arang, tak kehilangan iman.  Justru dalam penderitaan itu, kesetiaannya kepada Allah dan kepada Putra-Nya semakin nyata.  Ia tetap teguh berdiri,  menjadi saksi bisu namun kuat atas pengorbanan Yesus.

Kesetiaan Maria menjadi cermin bagi kita, generasi muda yang kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup.  Di tengah godaan untuk berpaling, untuk berkompromi dengan nilai-nilai,  kita dituntut untuk memiliki komitmen sekuat komitmen Maria.  Kita harus berani mengatakan "ya" terhadap kebenaran,  konsisten terhadap janji dan kesepakatan,  dan teguh dalam menghadapi tantangan.  Keteguhan hati Maria mengajarkan kita bahwa kesetiaan sejati teruji bukan dalam keadaan mudah,  melainkan di tengah pergumulan, perbedaan kepentingan, dan kesulitan hidup.

Meneladani Bunda Maria berarti meneladani kesetiaan.  Bukan kesetiaan yang pasif,  melainkan kesetiaan yang aktif,  yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari.  Setia pada nilai-nilai luhur, setia pada komitmen dan janji-janji kita,  setia pada kebenaran,  dan setia pada Tuhan.  Dengan meneladani teladan kesetiaan Bunda Maria, kita dapat melangkah maju dengan teguh, menghadapi tantangan hidup dengan penuh kepercayaan diri,  dan menjadi saksi kasih Allah di dunia ini.  Semoga Bulan Maria ini menjadi momentum bagi kita untuk semakin menghayati dan mengamalkan kesetiaan yang tak lekang, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Bunda Maria,  Ibunda Perawan yang mulia. (VM) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Terbuka dari Burkina Faso: Keadilan untuk Afrika

Kasih yang Bekerja dalam Diam: Pengalaman Hidup di Komunitas OCD